RESUME PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA DAN FILOSOFINYA
RESUME MATERI KEL. 1
PERKEMBANGAN
KURIKULUM DI INDONESIA DAN FILOSOFINYA
Kurikulum merupakan alat untuk
mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum mencerminkan falsafah
hidup bangsa, ke arah mana dan bagaimana bentuk kehidupan itu kelak akan
ditentukan oleh kurikulum yang digunakan oleh bangsa tersebut sekarang. Nilai
sosial, kebutuhan dan tuntutan masyarakat cenderung/selalu mengalami perubahan
antara lain akibat dari kemajuan ilmu pengatahuan dan teknologi. Dalam waktu yang sudah berjalan di Indonesia ini,
kurikulum dibagi menjadi dua bagian yaitu kurikulum pendidikan sebelum
Indonesia merdeka dan kurikulum setelah Indonesia merdeka. Perubahan kurikulum
pada dua masa tersebut terjadi karena konsekuansi dari terjadinya perubahan
sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat. Kurikulum
haruslah mengikuti perkembangan dan perubahan yang terjadi pada masyarakat, jadi
kurikulum harus bersifat dinamis. Semua kurikulum nasional rancangannya
didasari dari landasan yang sama yaitu Pancasila dan UUD 1945, hanya
perbedaannya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merealisasikannya.
Kurikulum di
Indonesia dibagi menjadi dua bagian yaitu :
A. Kurikulum
di Indonesia sebelum merdeka
1. Pendidikan
sebelum masa kolonialisme
Model
pengajaran pada pendidikan sebelum masa kolonialisme masih banyak yang didasari pada keagamaan masing-masing.
Contohnya, pada zaman hindu budha pendidikan hanya dinikmati oleh kelas
Brahmana. Mereka banyak belajar tentang sastra, bahasa, lmu seni, teologi dan
sebagainya yang nantinya akan melahirkan para empu, pujangga, karya sastra dan
seni yang hebat. Pendidikan pada masa tersebut masih di dasari pada sistem
kasta, sangat berbeda dengan pendidikan masa kini yang semua golongan
masyarakat Indonesia wajib mengenyam pendidikan. Selain itu, pada zaman hindu
juga ada pola pendidikan yang disebut padepokan yang mempelajari ilmu yang
bersifat umum dan kesaktian.
Pada
zaman penyebaran islam, pola pendidikan sangat bernafaskan islam. Pengajaran banyak dilakukan di
langgar, surau, masjid, madrasah dan pesantren.
Pesantren adalah lembaga formal tertua yang ada di Indonesia. Dalam
pesantren para santri akan tinggal disebuah pondok/asrama dan akan diajar oleh
seorang kyai. Sampai saat ini pun pesantren masih eksis berkembang di
Indonesia.
2. Pendidikan
Masa Kolonialisme
Pada
masa kolonialisme, Portugis mendirikan sekolah misionaris. Sama halnya dengan
Belanda yang menerapkan sistem sekolah misionaris pada awal penjajahannya. Pada
masa penjajahan Belanda, ada tiga sistem pendidikan dan pengajaran yang
berkembang, yaitu sistem pendidikan islam (pesantren), sistem pendidikan barat yang dibubuhkan
pelajaran agama islam (sekolah Muhammadiyah ), dan sistem pendidikan Belanda.
Sistem pendidikan Belanda sangatlah ketat dari mulai aturan siswa,
pengajar, sistem pengajaran, dan kurikulum. Sistem pendidikan Belanda ini
juga tergolong diskriminatif dengan membedakan pendidikan antara
anak Belanda, anak timur asing, dan anak pribumi. Golongan pribumi ini masih
dipecah lagi menjadi masyarakat kelas bawah dan priyayi. Kurikulum pendidikan Belanda dideisain untuk
melestarikan penjajahan di Indonesia, maka pada kurikulum pun dikenalkan
kebudayaan Belanda, juga penekan hanya pada menulis dengan rapi, membaca, dan
berhitung, yang keterampilan ini sangat bermanfaat untuk diperbantukan pada
Pemerintah Belanda dengan gaji yang sangat rendah. Anak-anak
Indonesia pada zaman itu tidak diperkenalkan dengan budayanya sendiri dan
potensi bangsanya.
Pada sistem pendidikan yang
dikembangkan oleh KH Ahmad Dahlan dan Ki Hajar Dewantara menjadi awal mula terbentuknya sistem pengajaran dan
pendidikan nasional. Hal tersebut diawali oleh Ki Hajar Dewantara yang mendirikan Taman Siswa dengan
membuat sistem pendidikan yang berakar pada budaya dan filosofi hidup Jawa.
Pada masa Jepang, pendidikan
diarahkan untuk menyediakan prajurit yang siap berperang di perang Asia Timur
Raya. Penggolongan
sekolah berdasarkan status soaial yang dibangun Belanda dihapuskan. Pendidikan
hanya digolongkan pada pendidikan dasar 6 tahun, pendidikan menengah pertama,
dan pendidikan menegah tinggi yang masing-masing tiga tahun, serta pendidikan
tinggi.
Pada masa peralihan dari Jepang
ke Sekutu, ketika proklamasi dikumandangkan, dibentuklah Panitia Penyelidik
Pengajaran RI yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara. Lembaga ini melahirkan
rumusan pertama sistem pendidikan nasional, yakni pendidikan bertujuan
menekankan pada semangat dan jiwa patriotisme. Kemudian disusun pula pembaruan
kurikulum pendidikan dan pengajaran. Kurikulum sekolah dasar lebih mengutamakan
pendekatan filosofis-ideologis.
Sayangnya, kurikulum yang telah dibentuk memiliki kelemahan yaitu proses
penyunsunan singkat dan tentu saja tanpa disertai data empiris. Penetapan isi
kurikulum di masa permulaan kemerdekaan itu berdasarkan asumsi belaka.
B. Kurikulum di
Indonesia setelah Indonesia merdeka
1. Rencana Pelajaran 1947
Rencana Pelajaran 1947/ leer plan (rencana pelajaran) merupakan kurikulum pertama pada masa kemerdekaan. Susunan
Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu
daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar
pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak,
kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran. Materi
pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian,
dan pendidikan jasmani.
2.
Kurikulum 1964
Konsep pembelajaran kurikulum 1964 ini bersifat aktif, kreatif, dan
produktif. Konsep pembelajaran ini mewajibkan sekolah membimbing anak agar
mampu memikirkan sendiri pemecahan persoalan (problem solving). Rencana
Pendidikan 1964 melahirkan Kurikulum 1964 yang menitik
beratkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral, yang
kemudian dikenal dengan istilah Pancawardhana. Disebut Pancawardhana karena
lima kelompok bidang studi, yaitu kelompok perkembangan moral, kecerdasan,
emosional/artisitk, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pada saat itu
pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan yang disesuaikan dengan perkembangan anak.
Cara belajar dijalankan dengan metode disebut gotong royong terpimpin. Selain
itu pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai hari krida. Maksudnya, pada hari
Sabtu, siswa diberi kebebasan berlatih kegitan di bidang kebudayaan, kesenian,
olah raga, dan permainan, sesuai minat siswa.
3.
Pembaharuan
Kurikulum 1968 Dan 1975
Kurikulum 1968
Tujuan
pendidikan pada kurikulum 1964 yang bertujuan menciptakan masyarakat sosialis
Indonesia. Pendidikan
pada masa ini lebih ditekankan untuk membentuk manusia pancasila sejati. Bidang studi pada kurikum ini dikelompokkan
pada tiga kelompok besar yaitu pembinaan
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah metode pembelajaran sangat dipengaruhi oleh
perkembangan ilmu pendidikan dan psikologi pada akhir tahun 1960-an.
Kurikulum 1975
Pendekatan kurikulum 1975
menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efesien, yang
mempengaruhinya adalah konsep di bidang manajemen, yaitu MBO (Management by
Objective). Kurikulum 1975 didasari konsep
SAS (Structural, analysis, sintesis). Anak menjadi pintar karena paham dan
mampu menganalisis sesuatu yang dihubungkan dengan mata pelajaran di sekolah.
Kurikulum 1975 juga dimaksudkan untuk menyerap perkembangan ilmu era 1970-an.
Kurikulum Keterampilan Proses
Kurikulum 1984
Kurikulum
1984 mengusung process skill approach,
yang senada dengan tuntukan GBHN 1983 bahwa pendidikan harus mampu mencetak
tenaga terdidik yang kreatif, bermutu, dan efisien bekerja. Posisi siswa
dalam Kurikulum 1984 diposisikan
sebagai subyek belajar. Konsep
yang digunakan saat belajar mengajar pada kurikulum ini disebut konsep Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA).
Kurikulum
1994
Lahirnya UU No 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional, merupakan
pemicu lahirnya kurikulum 1994. Pada kurikulum 1994,
pendidikan dasar dipatok menjadi sembilan tahun (SD dan SMP). Pada
kurikulum ini pun dimasukan muatan lokal, yang berfungsi mengembangkan
kemampuan siswa yang dianggap perlu oleh daerahnya.
Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum 2004
Kurikulum 2004 lebih populer dengan sebutan KBK (kurikulum
Berbasis Kompetensi). Lahir sebagai respon dari tuntutan reformasi. KBK tidak lagi
mempersoalkan proses belajar, proses pembelajaran dipandang merupakan wilayah
otoritas guru, yang terpenting pada tingkatan tertentu peserta didik mencapai
kompetensi yang diharapkan.
Kompetensi mengandung beberapa
aspek, yaitu knowledge, understanding,
skill, value, attitude, dan interest. KBK
dinilai lebih unggul daripada kurikulum 1994, KBK memiliki empat komponen, yaitu kurikulum dan hasil belajar
(KHB), penilaian berbasis kelas (PBK), kegiatan belajar mengajar (KBM), dan
pengelolaan kurikulum berbasis sekolah (PKBS). KBM diarahkan pada kegiatan
aktif siswa dala membangun makna atau pemahaman, guru tidak bertindak sebagai
satu-satunya sumber belajar, tetapi sebagai motivator yang dapat menciptakan
suasana yang memungkinkan siswa dapat belajar secara penuh dan optimal.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP 2006)
Kurikulum KTSP ini lebih sederhana bila
dibandingkan dari kurikulum 1994 karena ada
pengurangan beban belajar sebanyak 20%, jam pelajaran yang dikurangi antara
100-200 jam per tahun, bahan ajar yang dianggap memberatkan siswa pun akan
dikurangi. Kurikulum
2006 atau KTSP ini dibuat sebagai penegas KBK., kurikulum ini lebih menekankan pada pengembangan kompetensi
siswa dari pada apa yang harus dilakukan guru. Kurikulum 2006 adalah
penyempurnaan dari KBK yang telah diuji coba kelayakannya secara publik,
melalui beberapa sekolah yang menjadi pilot project.
KTSP sendiri lahir sebagai respon dari UU No 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional, terutama pasal 36 ayat 1 dan 2, KTSP bertujuan memandirikan dan
memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada
lembaga pendidikan. Pada KTSP ini juga menuntut satuan pendidikan untuk mengembangkan silabus.
Kurikulum 2013
Kurikukulum 2013 ini lebih
ditekankan pada kompetensi dengan pemikiran kompetensi berbasis sikap,
keterampilan, dan pengetahuan. Adapun ciri kurikulum 2013 yang paling mendasar
ialah menuntut kemampuan guru dalam berpengetahuan dan mencari tahu pengetahuan
sebanyak-banyaknya karena siswa zaman sekarang telah mudah mencari informasi
dengan bebas melalui perkembangan teknologi dan informasi. Sedangkan untuk
siswa lebih didorong untuk memiliki tanggung jawab kepada lingkungan, kemampuan
interpersonal, antarpersonal, maupun memiliki kemampuan berpikir kritis.
Tujuannya adalah terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan afektif.
kurikulum yang ada di Indonesia sistemnya selalu berubah-ubah dan menurut saya beelum terdapat dampak yang terlalu signifikan teerhadap pendidikan yang ada di indonesia. menurut anda bagaimanakah seharusnya kurikulum yang baik bagus dalam dunia peeendidikan?
BalasHapusmaksundya yang baik dan bagus dalam dunia pendidikan kurikulum yang seperti apa?
HapusKurikulum yang baik adalah kurikulum yang dapat mengembangkan seluruh aspek potensi anak sesuai konsep pendidikan. Artinya, proses pendidikan dengan menggunakan kurikulum tersebut harus mampu membentuk manusia utuh yang cakap dalam menghadapi dunia yang penuh tantangan dan cepat berubah, serta mempunyai kesadaran spiritual bahwa dirinya adalah bagian dari keseluruhan. Oleh karena itu, kurikulum yang baik harus dapat mengembangkan potensi yang ada pada anak, yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial, keativitas, spiritual, dan akademik, jadi tidak hanya dari salah satu sisi aspek saja atau dari akademisnya saja .
HapusKurikulum yang baik adalah kurikulum yang dapat mengembangkan seluruh aspek potensi anak sesuai konsep pendidikan. Artinya, proses pendidikan dengan menggunakan kurikulum tersebut harus mampu membentuk manusia utuh yang cakap dalam menghadapi dunia yang penuh tantangan dan cepat berubah, serta mempunyai kesadaran spiritual bahwa dirinya adalah bagian dari keseluruhan. Oleh karena itu, kurikulum yang baik harus dapat mengembangkan potensi yang ada pada anak, yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial, keativitas, spiritual, dan akademik, jadi tidak hanya dari salah satu sisi aspek saja atau dari akademisnya saja .
BalasHapus